Rabu, 13 Agustus 2008

andawirausaha

Dengan Enterpreneur Kita Tingkatkan Kualitas Hidup
Sri Handayani


I. Latar belakang

Kemakmuran suatu negara bisa nilai dari kemampuan negara menghasilkan barang dan jasa yang berguna dan mendistribusikannya keseluruh penduduk. Masalah yang timbul adalah fakta apa yang mendasari proses pembangunan kesejahteraan ekonomi. Beberapa negara lain yang letak geografis, kekayaan alam yang lebih atau relatif lebih menguntungkan tidak bisa mencapai keberhasilan yang sama. Akibat apakah yang mendasari hal tersebut ?. Banyak ahli ekonomi menyatakan bahwa hal yang mendorong pertumbuhan ekonomi tersebut bukanlah karena semata-mata karena kekayaan alam yang dimiliki tetapi ada sebagian kelompok pendorong ekonomi yaitu kelompok wiraswasta .
Pendapat diatas selaras juga dengan pandangan raja properti Ciputra yang sering dipanggil Pak Ci yakni bagaimana mengentaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan dan kemelaratan hanya satu jalan yaitu berwirausaha[1]. Meskipun berat dan penuh liku kita harus bangkit, negara ini membutuhkan enterpreneur untuk keluar dari kemiskinan dan kemelaratan.
Di Indonesia jumlah enterpreneur saat ini baru 0,18 persen atau sekitar 400.000 orang . Sangat jauh jika dibandingkan negara lain, contoh Singapura dengan jumlah penduduk hanya 4,24 juta, pada tahun 2005 jumlah enterpreneur 7,24 persen[2]. Data tersebut menguatkan pendapat para ahli ekonomi bukan hanya letak geografis dan kekayaan alam saja yang bisa menentukan pertumbuhan ekonomi tetapi orang-orang yang mau berjuang dan penuh kreatif serta inovasilah yang mampu menciptakannya.
Apa yang membuat bangsa ini sedemikian. Coba kita melihat sejarah masa lalu. Kita di didik untuk menjadi pekerja diberi pangkat yang membuat kita lupa akan eksistensi kita sebagai orang yang mempunyai tanah air ini. Kolonialisme asing membodohi kita dan menggegoroti sikap wirausaha sebagian masyarakat Indonesia, tak heran masyarakat terjebak dan berpangku tangan. Sikap kolonialisme itu mendidik kita agar menjadi sekelompok krah putih yang hanya sebagai pekerja bukan orang yang mampu mencipta peluang dan selalu menjadi inovator. Sifat sebagai pekerja masih terjadi sampai sekarang. Orang tidak merasa bekerja kalau bukan menjadi pegawai sebuah kantoran yang pada akhirnya membuat mental pekerja kita seperti robot bermental check lock seperti yang dilansir oleh Johan yan, dengan maksud pekerja kita bekerja hanya untuk menghabiskan waktu yang hanya peduli pada jam masuk dan pulang kerja [3].
Anggapan yang keliru tersebut akan mengakibatkan kekayaan kita sedikit demi sedikit sudah diekploitasi oleh negara lain sebagai contoh kekayaan emas kita yang di papua berapa tahun dieksploitasi oleh perusahaan Freeport dan berapa banyak keuntungan yang diperoleh negara tersebut dari tanah air ini yang di sebabkan karena kita tidak mampu mengekploitasi kekayan kita sendiri. Coba kita bayangkan jika hal tersebut dikelola oleh bangsa ini yang mempunyai jiwa enterpreneur betapa makmurlah kita
. Mendiang Bapak Said Djauharsjah Jenie menekankan pada technopreneurship lebih relevan untuk lembaga profesi dimana sikap ini sangat kontrovesial dilingkungan akademik seperti di ITB pada dekade 1970-an [4]. Di misalkan pada tahun 1970-an kita sudah berenterpreneur tentulah negara ini tidak akan mungkin kekurangan, banyak bakat bertebaran di jalur swasta dan pemerintah tetapi sebegitu jauh kontribusinya dalam upaya perbaikan taraf hidup bangsa jangankan mobil sepeda motor yang simpel pun negeri ini masih dibanjiri produk asing. Jika enterpreneur dilakukan rakyat tidak akan teriak akibat BBM naik, Tarif PLN naik karena kebutuhan untuk dirinya sudah terpenuhi dan tingkat penganguran semakin berkurang sehingga kualitas hidup akan lebih baik. Jika kualitas hidup baik maka generasi yang akan datang tentulah baik juga.
Perkembangan wirausaha di mulai sejak awal abad ke-20 kewirausahaan sudah diperkenalkan dibeberapa negara [5]. Pada tahun 1950-an pendidikan kewirausahaan mulai dirintis di beberapa negara seperti di Eropa, Amerika, dan Canada. Bahkan tahun 1970-an banyak universitas yang mengajarkan “enterpreneurship” atau “small business management” atau “new Venture management”. Pada tahun 1980-an hampir 500 sekolah di Amerika Serikat memberikan pendidikan kewirausahaan. Di Indonesia, pendidikan kewirausahaan masih terbatas pada beberapa sekolah dan perguruan tinggi tertentu saja[6]. Jika Kita melihat perkembangan kewirausahaan di Indonesia baru 20 tahunan dibandingkan di negara lainnya, hal ini tidak ada kaitan dengan kata terlambat untuk mau maju lebih cepat dan baik. Marilah kita kembangkan sikap enterpreneur dalam setiap diri masyarakat ini.
Jumlah penganguran yang berasal dari lulusan perguruan tinggi semakin meningkat. Di sisi lain, para lulusan berkualitas cenderung mencari pekerjaan dinegeri orang. Anak bangsa sendiri tidak mau membangun negaranya akibat mereka merasa kurang di negara sendiri. Saat ini jumlah penganguran di Indonesia sudah mencapai 12 juta jiwa [7]. Menurut Daniel M. Rosyid pakar Pendidikan Jatim lulusan PT cenderung tidak siap menghadapi dunia kerja. Sebab, selama ini, PT pun mengirimkan sinyal seleksi yang keliru, tidak berorientasi kompetensi.” Kurikulumnya terlalu akademik, sehingga lulusannya pun tidak profesional[8]. Dengan melihat fakta tersebut tentulah bagaimana pendidikan kewirausahaan dikenalkan bukan dari perguruan tinggi tetapi mulai diperkenalkan sejak tingkatan dibawahnya. Jika sejak dasar sudah dikenalkan tentu jiwa enterpreneurnya akan selalu ada dan menjadi pedoman dalam melangkah menuju keinginan yang lebih baik .Apabila itu dijalanan tidak menutup kemungkinan bahwa enterpreneur dapat meningkatan kualitas hidup masyarakat dan bangsa ini.




II. Definisi Enterpreneur

Definisi dari enterpreneur itu sendiri adalah suatu kemampuan kreatif dan inovatif dalam menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda yang dijadikan dasar , kiat, dalam usaha atau perbaikan hidup[9] . Jika kita uraikan definisi enterpreneur tersebut maka dapat menjelaskan bahwa seorang enterpreneur haruslah kreatif mencari dan membuka diri terhadap hal-hal baru, yang dapat membantu meningkatkan kualitas hidup, selalu membaca perubahan sosial, lebih realistis terhadap fakta, pendapat, berorientasi masa sekarang dan masa yang akan datang serta berpartisipasi dalam produksi modern yang terlihat dalam bentuk sikap nilai dan tingkah laku dalam kehidupan sosial.
Seseorang yang mempunyai minat terhadap enterpreneursip karena adanya dorongan berprestasi untuk mencapai yang terbaik guna mencapai kepuasan untuk dirinya. Menurut teori motivasi yang pertama kali dikemukakan oleh Maslow( 1934 ) adalah hierarki kebutuhan yang mendasari motivasi. Menurutnya , kebutuhan itu bertingkat sesuai dengan tingkat kepuasannya, yaitu kebutuhan fisik (physiological needs), kebutuhan akan keamanan ( Security needs ), kebutuhan sosial (social needs), kebutuhan harga diri ( esteem needs ), dan kebutuhan akan aktualisasi diri ( self-actualization ). Alasan seseorang menjadi seorang enterpreneur karena alasan keuangan, alasan sosial, alasan pelayanan dan alasan pemenuhan diri. Beberapa peluang yang dapat diambil dari enterpreneurship adalah peluang untuk memperoleh kontrol atas kemampuan diri, memanfaatkan potensi yang dimiliki dan memperoleh manfaat secara finansial serta berkontribusi kepada masyarakat dan menghargai usaha-usaha seseorang.

III Proses Pertumbuhan Enterpreneurship

Proses pertumbuhan enterpreneurship memiliki tiga ciri penting yaitu :
Tahap imitasi dan duplikasi ( imitating and duplicating )
Tahap duplikasi dan pengembangan ( Duplicating and developing )
Tahap menciptakan sendiri barang dan jasa baru yang berbeda ( creating new and different )[10].
ad 1. Proses imitasi dan duplikasi, para wirausaha mulai meniru ide-ide orang yang diperoleh melalui magang atau pengalaman baik dari lingkungan keluarga maupun orang lain. Akan tetapi tidak sedikit wirausahawan berhasil dari pengamatan.
Ad 2. Tahap duplikasi dan pengembangan. Para wirausahawan mulai mengembangkan ide-ide baru melalui diversifikasi dan diferensiasi dengan didesain sendiri.
Ad 3 Tahap menciptakan sendiri sesuatu yang baru dan berbeda, melalui ide-ide sendiri sampai terus berkembang. Pada tahapan ini wirausaha biasanya sudah mulai bosan dengan produksi yang telah ada. Keingintahuan dan ketidakpuasan terhadap hasil yang sudah ada mulai timbul dan adanya keinginan untuk mencapai hasil yang lebih unggul .

IV Langkah-langkah menuju enterpreneurship yang berhasil

Untuk menjadi wirausaha yang sukses pertama harus mempunyai ide atau visi yang jelas, kemudian ada kemauan dan keberanian untuk mengambil resiko baik waktu atau uang. Apabila ada kesiapan untuk menghadapinya langkah berikutnya adalah membuat perencanaan usaha, mengorganisasikan dan menjalankan. Agar usahanya berhasil maka harus mempunyai loyalitas yang tinggi dan mau bertanggung jawab[11]. Jika ke 4 faktor tersebut dijalankan tentulah apa yang diinginkan akan tercapai tidak menutup kemungkinan kebutuhan akan aktualisasi pada tingkatan teratas pada teori kebutuhan teori maslow akan tercapai, sehingga kualitas hidup kita akan meningkat.


Daftar Pustaka

Aan/eri/oki, “ Rombak Sistem Pendidikan, Cetak Wirausahawan”, Jawa Pos, 5 maret 2008, hlm 8

Hep/Ara/Ina/Tan, “ Atasi Pengangguran, Butuh Sinergi “, Jawa Pos, 27 Maret 2008, hlm 9

Ninok Leksono, “ Said jenie dan Keinsunyuran Indonesia “, Kompas, 16 Juli 2008,
hlm 15

Sekaring r.a/Kardonos./ari, “ Pekerja Kita seperti Robot Bermental Check Clock “, Jawa Pos, 30 maret 2008, hlm 36

Suryana, Kewirausahaan Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju sukses,( Jakarta, Salemba Empat, 2003 ),

[1] Aan/eri/oki, “ rombak Sistem Pendidikan, Cetak Wirausahawan”, Jawa Pos, 5 maret 2008, hlm 8
[2] Ibid hlm 8
[3] Sekaring r.a/Kardonos./ari, “ Pekerja Kita seperti Robot Bermental Check Clock “, Jawa Pos, 30 maret 2008, hlm 36
[4] Ninok Leksono, “ Said jenie dan Keinsunyuran Indonesia “, Kompas, 16 Juli 2008, hlm 15
[5] Suryana, Kewirausahaan Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju sukses,( Jakarta, Salemba Empat, 2003 ), hlm 8
[6] Ibid , hlm 8
[7] Hep/Ara/Ina/Tan, “ Atasi Pengangguran, Butuh Sinergi “, Jawa Pos, 27 Maret 2008, hlm 9
[8] Ibid, hlm 9
[9] Suryana, Kewirausahaan Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju sukses,( Jakarta, Salemba Empat, 2003 ), hlm 8

[10] Ibid, Hlm 41
[11] Ibid, Hlm 44